OBESITAS

OBESITAS 

Kegemukan atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan.[1][2] Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m2.[3]
Kegemukan meningkatkan peluang terjadinya berbagai macam penyakit, khususnya penyakit jantungdiabetes tipe 2apnea tidur obstruktifkanker tertentu, osteoartritis[2]dan asma[2][4][5]. Kegemukan sangat sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik, meskipun sebagian kecil kasus terutama disebabkan oleh gen, gangguan endokrinobat-obatan atau penyakit psikiatri. Hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang lambat; rata-rata orang gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar dibandingkan orang yang kurus karena dibutuhkan energi untuk manjaga massa tubuh yang lebih besar.[6][7]

Hasil gambar untuk gambar obesitas
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih menjadi tata laksana utama kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan mengurangi konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak dan gula, serta dengan meningkatkan asupan seratObat-obatan anti-kegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat. Apabila diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung dapat membantu mengurangi berat badan, atau operasi dapat dilakukan untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus sehingga dapat memberikan rasa kenyang yang lebih dini dan menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan.[8][9]
Kegemukan adalah penyebab kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa dan anak yang semakin meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad 21.[10] Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern (khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah, kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih dianggap demikian di beberapa bagian di dunia hingga sekarang.[2][11]
Pada tahun 2013, orang dengan kegemukan di dunia berjumlah 2,1 miliar dan Indonesia masuk urutan 10 besar dengan orang kegemukan berjumlah 40 juta orang atau setara seluruh penduduk Jawa Barat. Tidak seperti halnya di negara maju yang gemuk kebanyakan adalah laki-laki, maka di Indonesia yang gemuk kebanyakan adalah perempuan.[12]

    Klasifikasi

    Kegemukan adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa hingga menyebabkan dampak merugikan bagi kesehatan.[1] Kegemukan dinilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), dan selanjutnya berdasarkan distribusi lemak melalui rasio pinggang-panggul dan total faktor risiko kardiovaskular.[13][14] IMT sangat erat hubungannya dengan persentase lemak tubuh dan total lemak tubuh.[15]
    Tampilan depan dan samping tubuh seorang pria dengan "super obesitas". Terlihat gurat-gurat peregangan (stretch marks) pada kulit dan ginekomastia.
    Seorang pria "super obesitas" dengan IMT 47 kg/m2: berat 146 kg (322 lb), tinggi 177 cm (5 kaki 10 in)
    Pada anak, berat badan yang sehat bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Kegemukan pada anak dan remaja tidak didefinisikan dengan suatu angka mutlak, namun berhubungan dengan riwayat kelompok dengan berat badan yang normal, kegemukan didefinisikan apabila IMT lebih besar dari persentil ke-95.[16] Data Referensi yang menjadi dasar penentuan persentil ini berasal dari tahun 1963 hingga 1994, dan oleh karena itu belum dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang terjadi akhir-akhir ini.[17]
    IMTKlasifikasi
    < 18.5berat badan kurang
    18.5–24.9normal
    25.0–29.9berat badan lebih
    30.0–34.9kegemukan kelas I
    35.0-39.9kegemukan kelas II
    ≥ 40.0  kegemukan kelas III  
    IMT dihitung dengan cara membagi berat badan subjek dengan kuadrat tinggi badannya, yang biasanya ditulis baik dalam satuan metrik maupun dalam sistem Amerika :
    Metrik: 
    Sistem Amerika dan imperial dengan
     adalah berat badan subyek dalam pon dan  adalah tinggi badan subyek dalam inci.
    Definisi yang paling sering dipakai adalah yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1997 dan dipublikasikan pada 2000, seperti yang tertera pada tabel di sebelah kanan.[3]
    Beberapa lembaga membuat modifikasi dari definisi WHO tersebut. Literatur Bedah membagi kegemukan "kelas III" menjadi beberapa kategori, yang angkanya masih menjadi perdebatan.[18]
    • IMT ≥ 35 atau 40 disebut kegemukan berat
    • IMT ≥ 35 atau 40–44.9 atau 49.9 disebut kegemukan morbid
    • IMT ≥ 45 atau 50 disebut kegemukan super/super obese
    Karena populasi Asia memperlihatkan dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada nilai IMT yang lebih rendah dibandingkan populasi Kaukasia, beberapa negara membuat definisi ulang kegemukan; seperti di Jepang yang mendefinisikan kegemukan sebagai nilai IMT lebih dari 25 [19] sedangkan China menggunakan nilai IMT lebih dari 28.[20]

    Dampak terhadap kesehatan

    Berat badan berlebihan memiliki keterkaitan dengan berbagai macam penyakit, khususnya penyakit kardiovaskulardiabetes mellitus tipe 2apnea tidur obstruktifkanker tertentu, osteoartritis[2] dan asma[2][4][5]. Oleh karena itu, kegemukan terbukti menurunkan harapan hidup.[2]

    Mortalitas

    Risiko kematian relatif selama lebih dari 10 tahun pada pria (kiri) dan wanita (kanan) kulit putih yang belum pernah merokok di Amerika Serikat berdasarkan IMT.[21]Risiko kematian relatif selama lebih dari 10 tahun pada pria (kiri) dan wanita (kanan) kulit putih yang belum pernah merokok di Amerika Serikat berdasarkan IMT.[21]
    Risiko kematian relatif selama lebih dari 10 tahun pada pria (kiri) dan wanita (kanan) kulit putih yang belum pernah merokok di Amerika Serikat berdasarkan IMT.[21]
    Kegemukan adalah salah satu dari penyebab kematian yang dapat dicegah utama di dunia.[10][22][23] Studi berskala luas di Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa risiko mortalitas paling rendah terjadi pada IMT 20–25 kg/m2[21][24] pada kelompok non-perokok dan 24–27 kg/m2 pada kelompok perokok, dengan risiko yang kian meningkat seiring perubahan angka IMT ke kedua arah.[25][26] IMT lebih dari 32 berhubungan dengan angka kematian dua kali lipat lebih tinggi pada wanita setelah 16 tahun kemudian.[27] Di Amerika Serikat, kegemukan diperkirakan menambah jumlah kematian sebanyak 111,909 hingga 365,000 per tahun,[2][23] sementara 1 juta kematian (7.7%) di Eropa berhubungan dengan berat badan berlebihan.[28][29] Kegemukan rata-rata akan mengurangi harapan hidup hingga enam hingga tujuh tahun:[2][30] IMT 30–35 mengurangi harapan hidup dua hingga empat tahun,[24] sementara kegemukan berat (IMT > 40) mengurangi harapan hidup hingga 10 tahun.[24]

    Morbiditas

    Kegemukan meningkatkan berbagai risiko gangguan fisik dan mental. Komorbiditas ini paling sering terlihat pada sindrom metabolik,[2] yang merupakan kombinasi gangguan medis berupa: diabetes melitus tipe 2tekanan darah tinggikolesterol darah tinggi, dan kadar trigliserida tinggi.[31]
    Komplikasi dapat secara langsung disebabkan oleh kegemukan, atau secara tidak langsung berhubungan dengan mekanisme yang juga menyebabkan kegemukan, seperti asupan diet yang tidak sehat atau akibat gaya hidup kurang bergerak. Terdapat variasi kekuatan hubungan antara kegemukan dengan penyakit tertentu. Salah satu hubungan yang paling kuat adalah dengan diabetes tipe 2. Kelebihan lemak tubuh merupakan penyebab 64% kasus diabetes pada pria dan 77% pada wanita.[32]
    Konsekuensi kesehatan yang terjadi dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: konsekuensi akibat meningkatnya massa lemak (misalnya osteoartritisapnea tidur obstruktif, stigma sosial) dan konsekuensi yang akibat meningkatnya jumlah sel lemak (diabeteskankerpenyakit kardiovaskularpenyakit perlemakan hati non-alkoholik).[2][33] Peningkatan lemak tubuh mengubah respon tubuh terhadap insulin sehingga berpotensi menyebabkan penolakan insulin. Peningkatan lemak juga mengakibatkan kondisi proinflamasi,[34][35] dan kondisi protrombosis.[33][36]
    Bidang MedisKondisiBidang MedisKondisi
    Kardiologi
    • penyakit jantung iskemik:[37] angina dan infark miokard
    • gagal jantung kongestif[2]
    • tekanan darah tinggi[2]
    • kadar kolesterol tidak normal[2]
    • trombosis vena dalam dan emboli paru[38]
    Dermatologi
    • gurat peregangan[39]
    • akantosis nigrikan[39]
    • limfedema[39]
    • selulitis[39]
    • hirsutisme[39]
    • intertrigo[40]
    Endokrinologi dan Obat-obatan reproduksi
    • diabetes mellitus[2]
    • sindrom ovarium polikistik[2]
    • gangguan menstruasi[2]
    • mandul[2][41]
    • komplikasi selama kehamilan[2][41]
    • Kelainan bawaan[2]
    • kematian janin dalam kandungan[41]
    Gastrointestinal
    • penyakit refluks gastroesofagus[2][42]
    • penyakit perlemakan hati[2]
    • kolelitiasis (batu empedu)[2]
    Neurologi
    • stroke[2]
    • meralgia parestetika[43]
    • migren[44]
    • sindroma saluran karpal[45]
    • demensia[46]
    • hipertensi intrakranial idiopatik[47]
    • multipel sklerosis[48]
    Onkologi[49]
    • payudaraovarium
    • esofaguskolorektal
    • hatipankreas
    • kandung empedulambung
    • endometriumserviks
    • prostatginjal
    • limfoma non-Hodgkinmieloma multipel
    Psikiatri
    • depresi pada wanita[2]
    • stigma[2] sosial
    Respirologi
    • apnea tidur obstruktif[2][5]
    • sindrom hipoventilasi kegemukan[2][5]
    • asma[2][5]
    • Peningkatan komplikasi selama anestesi umum[2][7]
    Rheumatologi dan Ortopedi
    • gout[50]
    • sulit bergerak[51]
    • osteoartritis[2]
    • nyeri punggung[52]
    Urologi dan Nefrologi
    • disfungsi ereksi[53]
    • inkontinensia[54]
    • gagal ginjal kronis[55]
    • hipogonadisme[56]
    • penis terbenam[57]

    Paradoks Kesintasan

    Meskipun dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada populasi umum ditunjang oleh bukti yang kuat, namun kesehatan subgrup tertentu tampaknya lebih baik bila angka IMT-nya lebih besar. Fenomena ini dikenal sebagai paradoks kesintasan kegemukan.[58] Paradoks tersebut pertama kali dikemukakan tahun 1999 pada kelompok pasien gizi lebih dan kegemukan yang menjalani hemodialisis,[58] yang kemudian ditemukan juga pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit arteri perifer (PAT).[59]
    Pasien gagal jantung dengan IMT antara 30,0 dan 34,9 menunjukkan angka kematian yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan berat badan normal. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa berat badan seseorang akan semakin turun seiring dengan bertambah beratnya penyakit.[60] Hal serupa juga telah ditemukan pada jenis penyakit jantung yang lain. Pasien dengan kegemukan kelas I yang mempunyai penyakit jantung tidak lebih cepat berkembang menjadi gangguan jantung lanjut dibandingkan pasien dengan berat badan normal yang mempunyai penyakit jantung. Meskipun demikian, pada pasien dengan tingkat kegemukan yang lebih berat, risiko gangguan jantung lanjut akan meningkat.[61][62] Meskipun telah dilakukan operasi jantung bypass, peningkatan angka kematian pada kelompok dengan berat badan lebih dan kegemukan tetap tidak ditemukan .[63] Sebuah studi menunjukkan bahwa kesintasan yang lebih baik tersebut mungkin disebabkan oleh pengobatan pasien kegemukan yang lebih agresif setelah terjadinya serangan jantung.[64] Studi lain menunjukkan bahwa bila penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga ditemukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer maka kegemukan tidak lagi menjadi kondisi yang menguntungkan.[59]

    Penyebab

    Pada individu per individu, kombinasi antara kelebihan asupan energi makanan dan kurangnya aktivitas fisik dapat menjelaskan sebagian besar kasus kegemukan.[65] Sejumlah kecil kasus umumnya disebabkan oleh faktor genetik, alasan medis, atau penyakit kejiwaan.[66] Sebaliknya pada masyarakat, laju kegemukan yang meningkat mungkin disebabkan karena mudahnya mendapatkan makanan dan banyaknya makanan yang enak,[67] meningkatnya ketergantungan pada mobil, dan meningkatnya penggunaan mesin untuk proses produksi.[68][69]
    Suatu tinjauan pada 2006 mengidentifikasi sepuluh kemungkinan lain penyebab meningkatnya kegemukan akhir-akhir ini: (1) kurang tidur, (2) berbagai pengganggu endokrin (polutan lingkungan yang memengaruhi metabolisme lipid), (3) menurunnya variabilitas suhu lingkungan, (4) menurunnya jumlah perokok, karena merokok menekan nafsu makan, (5) meningkatnya penggunaan obat-obatan yang menyebabkan kenaikan berat badan (misalnya, antipsikotik atipikal), (6) meningkatnya etnik dan kelompok umur yang secara proporsional cenderung lebih berat, (7) kehamilan pada usia lebih tua (yang dapat menyebabkan kerentanan anak mengalami kegemukan), (8) epigenetik faktor risiko yang diturunkan antar generasi, (9) seleksi alam untuk BMI yang lebih tinggi, dan (10) pasangan asortatif yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi faktor risiko kegemukan (hal ini akan meningkatkan jumlah orang yang gemuk dengan meningkatnya varians berat badan populasi).[70] Meskipun terdapat cukup bukti yang mendukung pengaruh mekanisme ini terhadap meningkatnya prevalensi kegemukan, bukti yang ada masih belum konklusif, dan penulis menyatakan bahwa mekanisme ini mungkin tidak terlalu besar perannya dibandingkan mekanisme yang didiskusikan pada paragraf sebelum ini.

    Pola makan

    Peta ketersediaan energi bahan makanan per orang per hari pada 1961 (kiri) dan 2001–2003 (kanan) dalam satuan kkal/orang/hari.[71]        no data   <1600   1600–1800   1800–2000   2000–2200   2200–2400   2400–2600      2600–2800   2800–3000   3000–3200   3200–3400   3400–3600   >3600  Peta ketersediaan energi bahan makanan per orang per hari pada 1961 (kiri) dan 2001–2003 (kanan) dalam satuan kkal/orang/hari.[71]        no data   <1600   1600–1800   1800–2000   2000–2200   2200–2400   2400–2600      2600–2800   2800–3000   3000–3200   3200–3400   3400–3600   >3600
    Peta ketersediaan energi bahan makanan per orang per hari pada 1961 (kiri) dan 2001–2003 (kanan) dalam satuan kkal/orang/hari.[71]
      no data
      <1600
      1600–1800
      1800–2000
      2000–2200
      2200–2400
      2400–2600
      2600–2800
      2800–3000
      3000–3200
      3200–3400
      3400–3600
      >3600
     Grafik yang menunjukkan kenaikan bertahap konsumsi energi makanan global per orang per hari antara tahun 1961 dan 2002.
    Rerata konsumsi energi per kapita dunia dari tahun 1961 hingga tahun 2002[71]
    Persediaan energi makanan per kapita sangat bervariasi antara wilayah dan negara yang berbeda. Hal ini pun berubah secara signifikan sejalan dengan waktu.[71] Dari awal 1970an sampai akhir 1990an rerata kalori yang tersedia per orang per hari (jumlah makanan yang dibeli) mengalami kenaikan di berbagai tempat di dunia kecuali di Eropa Timur. Amerika Serikat mencapai ketersediaan tertinggi yaitu 3,654 kalori per orang pada 1996.[71] Hal ini terus bertambah pada 2003 menjadi 3,754.[71] Pada akhir 1990an Eropa mencapai 3,394 kalori per orang, di wilayah berkembang di Asia mencapai 2,648 kalori per orang, dan di Afrika sub-Sahara, penduduk mendapat 2,176 kalori per orang.[71][72] Total konsumsi kalori telah terbukti berhubungan dengan kegemukan.[73]
    Ketersediaan pedoman nutrisi[74] secara luas tidak terlalu berperan dalam mengatasi masalah makan berlebih dan pilihan makanan yang buruk.[75]Sejak 1971 hingga 2000, laju kegemukan di Amerika Serikat meningkat dari 14.5% ke 30.9%.[76] Dalam kurun waktu yang sama, peningkatan juga terjadi pada rerata jumlah energi makanan yang dikonsumsi. Untuk wanita, rerata kenaikan adalah sebesar 335 kalori per hari (1,542 kalori pada 1971 dan 1,877 kalori pada 2004), sementara untuk laki-laki rerata kenaikan adalah 168 kalori per hari (2,450 kalori pada 1971 dan 2,618 kalori pada 2004). Sebagian besar kelebihan energi makanan ini berasal dari meningkatnya konsumsi karbohidrat dan bukan dari konsumsi lemak.[77]Sumber utama karbohidrat berlebih ini berasal dari minuman manis, yang saat ini mencapai hampir 25 persen energi makanan harian dewasa muda di Amerika,[78] dan keripik kentang.[79] Konsumsi minuman manis dipercaya sebagai penyumbang naiknya angka kegemukan.[80][81]
    Seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada makanan yang padat -energi, berporsi besar, dan cepat saji, hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dan kegemukan menjadi semakin mendapatkan perhatian.[82] Di Amerika Serikat konsumsi makanan cepat saji naik tiga kali lipat dan asupan energi makanan dari makanan ini meningkat empat kali lipat antara 1977 dan 1995.[83]
    Kebijakan pertanian dan teknik di Amerika Serikat dan Eropa telah menyebabkan turunnya harga makanan. Di Amerika Serikat, subsidi untuk jagung, kedelai, gandum, dan beras melalui Undang-undang pertanian AS telah membuat sumber utama makanan yang telah diproses menjadi murah dibandingkan dengan buah dan sayuran.[84]
    Orang yang mengalami kegemukan secara konsisten kurang melaporkan makanan yang dikonsumsinya dibandingkan orang dengan berat badan normal.[85] Hal ini didukung baik oleh uji yang dilakukan di ruang kalorimeter [86] maupun melalui pengamatan langsung.

    Gaya hidup kurang bergerak

    Gaya hidup kurang bergerak mempunyai peran yang penting dalam terjadinya kegemukan.[87] Di seluruh dunia terjadi kecenderungan pergeseran pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik yang lebih sedikit,[88][89][90] dan saat ini setidaknya 60% populasi dunia tidak melakukan olahraga yang cukup.[89] Hal ini terutama disebabkan oleh bertambahnya penggunaan transportasi mekanik dan bertambahnya teknologi hemat tenaga fisik yang ada di rumah.[88][89][90] Pada anak-anak, penurunan aktivitas fisik tampaknya terjadi karena kurang berjalan kaki dan kurangnya pelajaran olah raga.[91] Kecenderungan dunia dalam mengisi waktu luang secara aktif aktivitas fisik tampak kurang nyata. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa orang di seluruh dunia kurang mencari kegiatan rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik, sementara studi di Finlandia[92] memperlihatkan adanya peningkatan dan studi di Amerika Serikat menunjukkan tidak adanya perubahan signifikan dari kegiatan rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik.[93]
    Baik pada anak maupun dewasa, terdapat hubungan antara lamanya waktu menonton televisi dengan risiko kegemukan.[94][95][96] Suatu kajian menemukan bahwa 63 dari 73 penelitian (86%) menunjukkan adanya peningkatan angka kegemukan anak seiring dengan meningkatnya paparan media, dengan angka yang meningkat secara proporsional terhadap waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi.[97]

    Genetika

    Sebuah lukisan perempuan muda gemuk telanjang dengan rambut gelap dan pipi bersemu merah muda yang bersandar ke meja. Dia memegang anggur dan daun anggur di tangan kiri sehingga menutupi kemaluannya.
    Sebuah lukisan pada 1680 karya Juan Carreno de Miranda terhadap seorang gadis yang diperkirakan menderita Sindrom Prader-Willi[98]
    Seperti sejumlah kondisi medis lainnya, kegemukan merupakan hasil perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan.Polimorfisme pada berbagai gen yang mengontrol nafsu makan dan metabolisme merupakan predisposisi terjadinya kegemukan apabila terdapat energi makanan yang cukup. Pada 2006 lebih dari 41 situs ini telah ditautkan dengan terjadinya kegemukan apabila terdapat lingkungan yang sesuai.[99] Seseorang yang memiliki dua rangkap gen FTO (gen yang berhubungan dengan massa lemak dan kegemukan) telah ditemukan rata-rata mempunyai berat lebih banyak 3–4 kg dan berisiko mengalami kegemukan 1,67- kali lebih besar dibandingkan seseorang yang tanpa risiko alel.[100] Persentasi populasi kegemukan yang disebabkan oleh faktor genetik cukup bervariasi, bergantung pada populasi yang diperiksa, dan berkisar antara 6% hingga 85%.[101]
    Kegemukan merupakan gambaran utama pada beberapa sindrom, misalnya Sindrom Prader-WilliSindrom Bardet-BiedlSindrom Cohen, dan Sindrom MOMO. (Istilah "kegemukan tanpa sindrom" kadang-kadang dipakai sebagai pengecualian terhadap kondisi tersebut.)[102] Pada orang dengan kegemukan berat dini (didefinisikan dengan onset sebelum usia 10  tahun dan indeks masa tubuh lebih dari tiga standar deviasi di atas normal), sejumlah 7% mempunyai mutasi DNA satu titik.[103]
    Studi yang berfokus pada pola keturunan dibandingkan gen spesifik telah menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang kegemukan juga mengalami kegemukan orang tua yang kegemukan, sangat kontras dengan hanya kurang dari 10% keturunan dari dua orang tua dengan berat badan normal.[104]
    Hipotesis gen thrifty mengemukakan dalil bahwa karena kelangkaan bahan makanan selama masa evolusi manusia, orang menjadi rentan terhadap kegemukan. Kemampuan mereka untuk mengambil kesempatan pada masa kelimpahan yang yang jarang terjadi, dengan menyimpan energi berupa lemak akan menjadi keuntungan selama masa ketersediaan makanan yang tidak menentu, dan individu dengan timbunan lemak lebih banyak akan lebih mampu bertahan hidupkelaparan. Kecenderungan untuk menyimpan lemak, bagaimanapun, akan menjadi suatu penyesuaian yang salah pada masyarakat dengan pasokan makanan yang stabil.[105] Teori ini telah mendapat berbagai kritik dan teori berbasis evolusi lainnya seperti hipotesis gen drifty dan teori hipotesis fenotip thrifty juga telah diajukan.[106][107]

    Penyakit lain

    Penyakit fisik dan mental tertentu dan obat-obatan yang digunakan untuk menanganinya dapat meningkatkan risiko kegemukan. Penyakit medis yang dapat meningkatkan risiko kegemukan mencakup beberapa sindrom genetik yang langka (diuraikan di atas) dan juga beberapa kelainan atau kondisi bawaan: hipotiroidismeSindrom Cushingdefisiensi hormon pertumbuhan,[108] dan gangguan makangangguan makan berupa ngemil berlebihan dan sindrom makan malam hari.[2] Meskipun demikian, kegemukan tidak dianggap sebagai kelainan psikiatri, sehingga tidak terdaftar dalam DSM-IVR sebagai penyakit psikiatri.[109] Risiko kelebihan berat badan dan kegemukan lebih tinggi pada pasien dengan kelainan psikiatrik dibandingkan dengan seseorang tanpa kelainan psikiatrik.[110]
    Pengobatan tertentu dapat menyebabkan naiknya berat badan atau perubahan pada komposisi tubuh; yang mencakup insulinsulfonilureathiazolidinedioneantipsikotik atipikalantidepresan,steroidantikonvulsantertentu, (fenitoin dan valproat), pizotifen, dan beberapa bentuk kontrasepsi hormonal.[2]

    Determinan sosial

    Walaupun pengaruh genetik penting untuk pemahaman tentang kegemukan, namun tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi lonjakan dramatis di negera-negara tertentu maupun secara global.[111] Meskipun dapat diterima bahwa konsumsi energi yang melebihi kebutuhan energi menyebabkan terjadinya kegemukan pada tingkat individu, penyebab pergeseran kedua faktor ini pada tingkat masyarakat masih diperdebatkan. Terdapat sejumlah teori tentang penyebabnya tetapi sebagian besar percaya bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor.
    Korelasi antara kelas sosial dan BMI sangat bervariasi. Suatu tinjauan pada 1989 menemukan bahwa di negara maju, perempuan dari kelas sosial tinggi jarang menjadi gemuk. Tidak terlihat perbedaan yang bermakna pada laki-laki dengan kelas sosial yang berbeda. Di negara berkembang, perempuan, laki-laki, dan anak-anak dari kelas sosial tinggi mempunyai tingkat kegemukan yang lebih besar.[112] Tinjauan yang lebih baru dilakukan pada 2007 dan menemukan hubungan yang sama, tetapi lebih lemah. Melemahnya hubungan korelasi ini mungkin disebabkan karena efek globalisasi.[113] Di negara maju, tingkat kegemukan pada orang dewasa, persentasi remaja yang kelebihan berat badan, berkorelasi dengan ketidakseimbangan pendapatan. Hubungan yang serupa terlihat di antara negara bagian di AS: lebih banyak orang dewasa, bahkan dari kelas sosial tinggi, menderita kegemukan pada negara bagian yang tidak seimbang.[114]
    Banyak penjelasan yang dikemukakan tentang hubungan antara BMI dan kelas sosial. Diperkirakan di negara maju, yang kaya lebih mampu untuk membeli makanan bergizi, mereka berada di bawah tekanan sosial untuk tetap langsing, dan mempunyai lebih banyak kesempatan dan juga harapan untuk kebugaran fisis. Di negara belum maju kemampuan untuk membeli makanan, kebutuhan energi tinggi karena pekerjaan fisis, dan nilai budaya yang menyukai badan berukuran besar, dipercaya memberikan kontribusi pada pola yang terlihat.[113] Sikap seseorang terhadap massa tubuhnya juga memainkan peran yang penting dalam terjadinya kegemukan. Suatu korelasi terhadap perubahan IMT sejalan dengan waktu telah ditemukan di antara teman, saudara, dan pasangan.[115] Stres dan pandangan tentang status sosial yang rendah juga meningkatkan risiko kegemukan.[114][116][117]
    Merokok memberikan efek nyata pada berat badan seseorang. Mereka yang berhenti merokok mengalami kenaikan berat badan rata-rata 4,4 kilogram (9,7 pon) untuk laki-laki dan 5,0 kilogram (11,0 pon) untuk perempuan selama sepuluh tahun.[118] Meskipun demikian, perubahan tingkat merokok hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap angka kegemukan secara keseluruhan.[119]
    Di Amerika Serikat, jumlah anak yang dimiliki seseorang berkaitan dengan risikonya mengalami kegemukan. Risiko seorang perempuan naik 7% per anak, sedangkan risiko seorang laki-laki naik 4% per anak.[120] Hal ini sebagian dapat diterangkan berdasarkan kenyataan bahwa mempunyai anak-anak yang belum mandiri mengurangi aktivitas fisik para orang tua di Barat.[121]
    Di negara berkembang, urbanisasi memegang peran dalam menaikkan angka kegemukan. Di Cina angka kegemukan keseluruhan adalah kurang dari 5%; namun, di beberapa kota besar angka kegemukan lebih besar dari 20%.[122]
    Malagizi pada tahap awal kehidupan dipercaya berperan dalam meningkatkan angka kegemukan di negara berkembang.[123] Perubahan endokrin yang terjadi selama periode malagizi dapat merangsang penyimpanan lemak pada saat energi makanan telah tersedia.[123]
    Konsisten dengan data epidemiologis kognitif, sejumlah penelitian menegaskan bahwa kegemukan berhubungan dengan defisit kognitif.[124] Apakah kegemukan menyebabkan defisit kognitif atau sebaliknya, saat ini masih belum jelas.

    Agen infeksi

    Pengaruh agen infeksi terhadap metabolisme masih dalam penelitian tahap awal. Flora usus telah terbukti berbeda pada manusia yang kurus dan gemuk. Terdapat indikasi bahwa flora usus pada individu gemuk dan kurus mempengaruhi potensi metaboliks. Perubahan potensi metabolik ini secara nyata dipercaya mengubah kapasitas menjadi lebih besar untuk menghasilkan energi yang menyebabkan kegemukan. Apakah perbedaan ini merupakan penyebab langsung atau sebagai akibat dari kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[125]
    Suatu hubungan antara virus dan kegemukan telah ditemukan pada manusia dan beberapa spesies hewan. Hubungan ini dan pengaruhnya terhadap kenaikan angka kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[126]





    Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kegemukan

    Komentar